Kisah Salahuddin Al-Ayyubi
 sudah terkenal sejak dahulu kala. Kekaguman kaum muslimin maupun non 
muslimin kepada beliau tidk diragukan lagi. Salahuddin dibesarkan sama 
seperti anak-anak orang Kurdis biasa. Pendidikannya juga seperti orang 
lain, belajar ilmu-ilmu sains di samping seni peperangan dan 
mempertahankan diri. Tiada seorangpun yang menyangka sebelum ia 
menguasai Mesir dan menentang tentera Salib bahawa anak Kurdis ini suatu
 hari nanti akan merampas kembali Palestina dan menjadi pembela akidah 
Islamiah yang hebat. Dan tiada siapa yang menyangka pencapaiannya 
demikian hebat sehingga menjadi contoh dalam memerangi kekufuran hingga 
ke hari ini.
Stanley Lane Poole (1914) seorang 
penulis Barat mengatakan, Salahuddin sebagai anak seorang gubernur yang 
memilliki kelebihan daripada orang lain tetapi tidak menunjukkan satupun
 tanda-tanda ia akan menjadi orang hebat pada masa depan. Akan tetapi ia
 menunjukkan akhlak yang mulia.
Walau bagaimanapun Allah telah 
mentakdirkannya untuk menjadi pemimpin besar pada zamannya dan Allah 
telah menyediakan dan memudahkan jalan-jalannya untuk menjadi pemimpin 
agung itu. Ketika ia menjadi tentara Al-Malik Nuruddin, Sultan Aleppo, 
ia diperintahkan untuk pergi ke Mesir. Pada masa itu Mesir diperintah 
oleh sebuah kerajaan Daulah Syi’ah Fatimyah yang tidak bernaung di bawah
 khalifah. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah 
menulis bahawa Salahuddin sangat berat dan memaksa diri untuk pergi ke 
Mesir bagaikan orang yang hendak di bawa ke tempat pembunuhan 
(Bahauddin, 1234).
Tetapi itulah sebenarnya apa yang 
dimaksudkan dengan firman Allah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, 
padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, 
padahal ia amat buruk bagimu” (Al-Baqarah:216)
PERUBAHAN HIDUP BELIAU
Ketika Salahuddin menguasai Mesir, ia 
tiba-tiba berubah. Ia yakin bahwa Allah telah mempertanggung-jawabkan 
kepadanya satu tugas yang amat berat yang tak mungkin dapat dilaksanakan
 jika ia tidak bersungguh-sungguh. Bahauddin telah menuliskan dalam 
catatannya bahwa Salahuddin memimpin Mesir dengan sangat baik. Dunia dan
 kesenangannya telah lenyap dari pandangan matanya. Dengan hati yang 
rendah dan syukur kepada Allah ia telah menolak godaan-godaan dunia dan 
segala kesenangannya (Bahauddin,1234).
Bahkan Stanley Lane Poole(1914) telah 
menuliskan bahwa Salahuddin mengubah cara hidupnya kepada yang lebih 
keras. Ia bertambah wara’ dan menjalani hidup yang lebih berdisiplin dan
 sederhana. Ia menepikan polahidup senang dan memilih pola hidup 
“Spartan” yang menjadi contoh kepada tentaranya. Ia menggunakan seluruh 
tenaganya untuk satu tujuan yaitu untuk membina kekuasaan Islam yang 
cukup kuat untuk menghalau orang kafir dari tanah air Islam.
Salahuddin pernah berkata, “Ketika Allah
 menganugerahkan aku bumi Mesir, aku yakin Dia juga bermaksud Palestina 
untukku. Ini menyebabkan ia memenangkan perjuangan Islam. Sehubungan 
dengan ia telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk jalan jihad.
 
SEMANGAT JIHAD SALAHUDDIN AL-AYYUBI
Fikiran Salahuddin senantiasa tertumpu kepada jihad di jalan Allah. 
Bahauddin telah mencatatkan bahwa semangat Salahuddin yang 
berkobar-kobar untuk berjihad menentang tentara Salib telah menyebabkan 
jihad menjadi tajuk perbincangan yang paling digemarinya. Ia senantiasa 
meluangkan seluruh tenaganya untuk memperkuat pasukan tentaranya, 
mencari mujahid-mujahid dan senjata untuk tujuan berjihad.
Bila ada yang berbicara kepadanya berkenaan jihad ia akan mencurahkan
 segala perhatiannya. Sehubungan dengan ini ia lebih banyak di dalam 
kemah perang daripada duduk di istana bersama sanak keluarga. Siapa saja
 yang ingin berberjihad, maka akan mendapat kepercayaannya. Siapa saja 
yang memperhatikannya akan dapat melihat ia telah memulai jihad melawan 
tentara salib ia akan menumpahkan seluruh perhatiannya kepada persiapan 
perang dan menaikkan semangat tentaranya.
Dalam medan peperangan ia bagaikan seorang ibu yang garang kehilangan
 anak tunggal akibat dibunuh oleh tangan jahat. Ia akan bergerak dari 
satu hujung medan peperangan ke hujung yang lain untuk mengingatkan 
tentaranya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah semata-mata. Ia 
juga akan pergi ke seluruh pelosok tanah air dengan mata yang berlinang 
mengajak manusia supaya bangkit membela Islam.
Ketika ia mengepung Kota Acre ia hanya minum air putih, itupun 
selepas dipaksa oleh doktor pribadinya tanpa makan. Doktor itu berkata 
bahwa Salahuddin hanya makan beberapa suap makanan semenjak hari Jum’at 
hingga senin karena ia tidak mau perhatiannya kepada peperangan 
terganggu. (Bahauddin, 1234)
 
PERANG SALIB HITTIN
Satu kisah peperangan yang sengit  antara tentara Salahuddin dengan 
tentara Salib di kawasan Tiberias di kaki bukit Hittin. Akhirnya pada 24
 Rabiul-Akhir, 583 H, tentara Salib kalah. Dalam peperangan ini Raja 
Kristian yang memerintah Palestina telah dapat di tawan beserta adiknya 
Reginald dari Chatillon. Pembesar-pembesar lain yang dapat ditawan ialah
 Joscelin dari Courtenay, Humphrey dari Toron dan beberapa orang ternama
 yang lain. Banyak juga tentara-tentara Salib berpangkat tinggi telah 
tertawan. Stanley Lane-Poole menceritakan bahwa seorang tentara Islam 
telah membawa 30 orang tentara Kristian yang ditawannya sendiri diikat 
dengan tali kemah.
Mayat-mayat tentara Kristian bertimbun-timbun seperti batu di atas 
batu di antara salib-salib yang patah, potongan tangan dan kaki dan 
kepala-kepala manusia berguling seperti buah majah. Sekitar 30,000 
tentara Kristian telah mati dalam peperangan ini. Setahun selepas 
peperangan, timbunan tulang dapat dilihat memutih dari jauh.
KECINTAAN SALAHUDDIN KEPADA ISLAM
Peperangan Hittin telah menyerahkan kecintaan Salahuddin kepada 
Islam. Stanley Lane-Poole menulis bahwa Salahuddin berkemah di medan 
peperangan semasa peperanggan Hittin. Pada satu ketika setelah kemahnya 
didirikan diperintahkannya tawanan perang dibawa ke hadapannya. Maka 
dibawalah Raja Palestina dan Reginald dari Chatillon masuk ke kemahnya. 
Dipersilakan sang Raja duduk di dekatnya.
Kemudian ia bangun pergi ke hadapan Reginald lalu berkata, “Dua kali 
aku telah bersumpah untuk membunuhnya. Pertama ketika ia bersumpah akan 
melanggar dua kota suci dan kedua ketika ia menyerang jamaah haji. 
Ketahuilah aku akan menuntut dan membela Muhammad SAW atasnya”. Lalu ia 
menghunuskan pedangnya dan memenggal kepala Reginald. Mayatnya kemudian 
dibawa keluar oleh pengawal dari kemah.
Raja Palestina apabila melihat adiknya dipancung, ia mengeletar 
karena menyangka gilirannya akan tiba. Tetapi Salahuddin menjamin tidak 
akan membunuhnya, sambil berkata, 
“Bukanlah kelaziman 
seorang raja membunuh raja yang lain, tetapi orang itu telah melanggar 
segala batas-batas, jadi terjadilah apa yang telah terjadi”.
Tindakan Salahuddin adalah disebabkan kebiadaban Reginald kepada 
Islam dan Nabi Muhammad SAW. Bahauddin bin Shaddad, penasihat 
kepercayaan Salahuddin mencatat, bahwa ketika jamaah haji dari Palestina
 diserang tanpa belas kasihan oleh Reginald, di antara tawanannya 
memohon supaya mereka dikasihani. Tetapi Reginald dengan angkuhnya 
mengatakan, “Mintalah kepada Nabi kamu, Muhammad, untuk menyelematkan 
kamu”. Ketika ia mendengar berita ini ia telah berjanji akan membunuh 
Reginald dengan tangannya sendiri apabila ia dapat menangkapnya.
 
SALAHUDDIN MENGUASAI BAITUL MAQDIS 
Kemenangan peperangan Hittin telah membuka jalan mudah kepada 
Salahuddin untuk merebut Baitul Muqaddis. Bahauddin telah mencatatkan 
bahwa Salahuddin sangat ingin merebut baitul Muqaddis sampai bukit pun 
akan mengecut dari beban yang dibawa di dalam hatinya. Pada hari jumaat,
 27 Rajab, 583H, yaitu pada hari Isra’ Mi’raj, Salahuddin telah memasuki
 kota suci tempat Rasulullah SAW naik ke langit (Al-Asha).
Dalam catatan Bahauddin ia menyatakan inilah kemenangan atas 
kemenangan. Orang-orang yang terdiri dari ulama, pembesar-pembesar, 
pedagang dan orang-orang biasa datang merayakan kegembiraan atas 
kemenangan ini. Kemudiannya orang datang dari pantai dan hampir semua 
ulama-ulama dari Mesir dan Syria datang untuk mengucapkan tahniah kepada
 Salahuddin. Boleh dikatakan hampir semua pembesar-pembesar datang. Gema
 takbir “Allahhu Akbar” dan “Tiada tuhan melainkan Allah” telah memenuhi
 langit.
Selepas 90 tahun kini shalat Jum’at telah diadakan kembali di Baitul 
Muqaddid. Salib yang terpampang di ‘Dome of Rock’ telah diturunkan. 
Betapa hebatnya peristiwa ini tidak dapat digambarkan. Hanya Allah saja 
yang tahu betapa hebatnya hari itu.
 
SALAHUDDIN YANG PENYAYANG
Sifat penyayang dan belas kasihan Salahuddin semasa peperangan ini 
sangat jauh berbeda daripada kekejaman musuh nasrani. Ahli sejarah 
Nasrani pun pun mengakui hal ini. Lane-Poole menceritakan bahwa kebaikan
 hati Salahuddin telah mencegahnya daripada membalas dendam. Ia telah 
menulis kisah Salahuddin telah menunjukkan ketinggian akhlaknya ketika 
orang-orang Kristen menyerah kalah. Tentaranya sangat bertanggung jawab,
 menjaga peraturan di setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan 
sampai tiada kedengaran orang-orang Kristen diperlakukan tidak baik.
Semua jalan keluar-masuk ke Baitul Muqaddis ditangannya dan seorang 
yang amanah telah dilantik di pintu Nabi Daud untuk menerima uang 
tebusan daripada orang-orang Kristian yang ditawan. Lane-Poole juga 
telah menuliskan bahawa Salahuddin telah mengatakan kepada pegawainya, 
“Adikku telah membuat infaq, Saudagar kaya pun telah bersedekah. 
Sekarang giliranku pula”. Lalu ia memerintahkan pegawainya menyampaikan 
pengumuman di jalan-jalan Jerusalem bahwa barangsiapa yang tidak mampu 
membayar tebusan boleh dibebaskan. Maka begitu ramailah orang 
berbondong-bondong keluar dari pintu St. Lazarus dari pagi hingga ke 
malam. Ini merupakan sedekah Salahuddin kepada orang miskin tanpa 
menghitung bilangan mereka.
Selanjutnya Lane-Poole menuliskan bagaimana pula tindak-tanduk 
tentara Kristen ketika menawan Baitul Muqaddis kali pertama pada tahun 
1099. Telah tercatat dalam sejarah bahawa ketika Godfrey dan Tancred 
menunggang kuda di jalan-jalan Jerusalem jalan-jalan itu ‘tersumbat’ 
dengan mayat-mayat, orang-orang Islam yang tidak bersenjata disiksa, 
dibakar dan di panah dari jarak dekat di atas bumbung dan menara 
rumah-rumah ibadah. Darah yang membasahi bumi yang mengalir dari 
pembunuhan orang-orang Islam secara beramai-ramai telah mencermarkan 
kesucian gereja di mana sebelumnya kasih sayang senantiasa diajarkan. 
Maka sangat bernasib baik orang-orang Kristen apabila mereka dilayani 
dengan baik oleh Salahuddin.
Lane-Poole juga menuliskan, jika hanya penaklukan Jerusalem saja yang
 diketahui mengenai Salahuddin, maka ia sudah cukup membuktikan dialah 
seorang penakluk yang paling penyantun dan baik hati di zamannya bahkan 
mungkin di sepanjang zaman.
PERANG SALIB KETIGA
Perang Salib pertama ialah kejatuhan Palestina kepada orang-orang 
Kristian pada tahun 1099 (490H) manakala yang kedua telah dimenangi oleh
 Salahuddin dalam peperangan Hittin pada tahun 583H (1187M) di mana 
beberapa hari kemudian ia telah menawan Baitul Muqaddis tanpa 
perlawanan. Kekalahan tentara Kristen ini telah menggegerkan seluruh 
dunia Kristen. Maka bantuan dari Eropa telah dicurahkan ke bumi 
Palestina.
Hampir semua raja dan panglima perang dari dunia Kristen seperti 
Fredrick Barbossa raja Jerman, Richard The Lion raja England, Philips 
Augustus raja Perancis, Leopold dari Austria, Duke of Burgundy dan Count
 of Flanders telah bersekutu menyerang Salahuddin yang hanya dibantu 
oleh beberapa pembesarnya dan saudara serta tentaranya untuk 
mempertahankan kehormatan Islam. Berkat pertolongan Allah mereka tidak 
dapat dikalahkan oleh tentara sekutu tsb.
Peperangan ini berlanjut selama 5 tahun hingga menyebabkan kedua 
belah pihak menjadi lesu dan jemu. Akhirnya kedua belah pihak setuju 
untuk memuat perjanjian di Ramallah pada tahun 588 H. Perjanjian ini 
mengakui Salahuddin adalah pengusa Palestina seluruhnya kecuali Kota 
Acra berada di bawah pemerintahan Kristen. Maka berakhirlah peperangan 
Salib ketiga.
Lane-Poole telah mencatatkan perjanjian ini sebagai berakhirnya 
Perang Suci selama 5 tahun. Sebelum kemenangan besar Hittin pada bulan 
Juli, 1187 M, tiada satu inci pun tanah Palestina di dalam tangan 
orang-orang Islam. Selepas Perjanjian Ramallah pada bulan September, 
1192 M, keseluruhannya menjadi milik mereka kecuali satu jalur kecil 
dari Tyre ke Jaffa. Salahuddin tidak ada rasa malu apapun dengan 
perjanjian ini walaupun sebagian kecil tanah Palestina masih di tangan 
orang-orang Kristian.
Atas seruan Pope, seluruh dunia Kristian telah mengangkat senjata. 
Raja England, Perancis, Sicily dan Austria serta Duke of Burgundy, Count
 of Flanders dan beratus-ratus lagi pembesar-pembesar telah bersekutu 
membantu Raja dan Putra Mahkota Palestina untuk mengembalikan kerajaan 
Jerusalem kepada pemerintahan Kristen. Walau bagaimanapun ada raja yang 
mati dan ada yang balik dan sebagian pembesar-pembesar Kristen telah 
terkubur di Tanah Suci itu, tetapi Tanah Suci itu masih di dalam tangan 
Salahuddin.
Selanjutnya Lane-Poole mencatatkan, seluruh kekuatan dunia Kristen 
yang telah  bergabung dalam peperangan Salib ketiga tidak mengoyahkan 
kekuatan Salahuddin. Tentaranya mungkin bosan dengan peperangan yang 
menyusahkan itu tetapi mereka tidak pernah mundur apabila diseru untuk 
menjualkan jiwa raga mereka di jalan Tuhan. Tentaranya yang berada jauh 
di lembah Tigris di Iraq mengeluh dengan tugas yang tidak henti-henti, 
tetapi ketaatan mereka yang tidak goyah.
Bahkan dalam peperangan Arsuf, tentaranya dari Mosul (sebuah tempat 
di Iraq) telah menunjukkan ketangkasan yang hebat. Dalam peperangan ini,
 Salahuddin memang boleh memberikan kepercayaan kepada pasukannya dari 
Mesir, Mesopotamia, Syria, Kurds, Turkmans, tanah Arab dan bahkan 
orang-orang Islam dari mana-mana saja. Walaupun mereka berlainan bangsa 
dan kaum tetapi Salahuddin telah dapat menyatukan mereka di atas jalan 
Allah sejak awal peperangan pada tahun 1187 sampai berakhirnya pada 
tahun 1192.
Lane-Poole juga menuliskan dalam peperangan ini Salahuddin senantiasa
 bermusyawarah (syura). Ia mempunyai majelis syura (musyawarah)yang 
membuat keputusan-keputusan ketentaraan. Kadang-kadang majelis ini 
membatalkan keputusan Salahuddin sendiri. Dalam majelis ini tidak 
satupun memiliki hak mempengaruhi pikiran Salahuddin.
Semuanya sama 
saja. Dalam majelis itu ada adiknya, anak-anaknya, anak saudaranya, 
sahabat-sahabat lamanya, pembesar-pembesar tentara, kadi, bendahara dan 
usahawan. Semuanya mempunyai sumbangan yang sama banyak dalam membuat 
keputusan. Pendeknya semuanya menyumbang dalam kepakaran masing-masing. 
Walau apa pun perbincangan dan perdebatan dalam majelis itu, mereka 
memberikan ketaatan mereka kepada Salahuddin.
 
WAFATNYA SALAHUDDIN AL-AYYUBI
Pada hari Rabu, 27 Safar, 589H, pulanglah Salahuddin ke rahmatullah 
selepas mengembalikan mengembalikan tanah air Islam pada usia 57 tahun. 
Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis mengenai
 hari-hari terakhir Salahuddin. Pada malam 27 Safar, 12 hari selepas ia 
jatuh sakit, ia telah menjadi sangat lemah. Syeikh Abu Ja’afar seorang 
yang wara’ telah diminta menemani Salahuddin di Istana supaya jika ia 
sakaratul maut, bacaan Qur’an dan syahadah untuk dituntunkan kepadanya.
Memang pada malam itu telah nampak tanda-tanda kematian Salahuddin. 
Syeikh Abu Jaafar telah duduk di tepi peraduannya semenjak 3 hari 
membacakan Qur’an. Dalam masa ini Salahuddin selalu pingsan dan sadar 
sebentar. Ketika Syeikh Au Jaafar membacakan ayat, “Dialah Allah, tiada 
tuhan melainkan Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata” 
(Al-Hasyr: 22), Salahuddin membuka matanya sambil senyum, mukanya 
berseri dan dengan nada yang gembira ia berkata, “Memang benar”. Selepas
 ia mengucapkan kata-kata itu ruhnya pun kembali ke rahmatullah. Masa 
ini ialah sebelum subuh, 27 Safar.
Seterusnya Bahauddin menceritakan Salahuddin tidak meninggalkan harta
 kecuali satu dinar dan 47 dirham ketika ia wafat. Tiada rumah-rumah, 
barang-barang, tanah, kebun dan harta-harta lain yang ditinggalkannya. 
Bahkan harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk upah pemakaman 
Keluarganya terpaksa meminjam uang untuk menanggung upah memakamkan ini.
 Bahkan kain kafan pun diberikan oleh seorang menterinya.
 
SALAHUDDIN HAMBA YANG WARA’
Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah mencatatkan 
berkenaan kewarakan Salahuddin. Satu hari ia berkata bahwa ia telah lama
 tidak pergi shalat berjamaah. Ia memang suka shalat berjamaah, bahkan 
ketika sakitnya ia akan memaksa dirinya berdiri di belakang imam. 
Disebabkan shalat berjamaah adalah ibadah utama yang di sunnahkan oleh 
Rasulullah SAW, ia senantiasa mengerjakan shalat Tahajjud. Jika 
disebabkan hal tertentu ia tidak dapat Tahajjud, ia akan menunaikannya 
ketika hampir subuh. Bahauddin melihatnya senantiasa shalat di belakang 
imam ketika sakitnya, kecuali tiga terakhir di mana ia telah sangat 
lemah dan selalu pingsan.
Ia tidak pernah membayar zakat harta karena ia tidak mempunyai harta 
yang cukup nisab. Ia sangat murah hati dan akan menyedekahkah apa yang 
ada padanya kepada fakir miskin dan kepada yang memerlukan sampai ketika
 wafatnya ia hanya memiliki 47 dirham uang perak dan satu dinar uang 
emas. Ia tidak meninggalkan harta selain itu.
Bahauddin juga mencatatkan bahwa Salahuddin tidak pernah meninggalkan
 puasa Ramadhan kecuali hanya sekali apabila dinasihatkan oleh Kadi 
Fadhil. Ketika sakitnya pun ia berpuasa sampai tabib menasihatinyadengan
 keras supaya berbuka. Lalu ia berbuka dengan hati yang berat sambil 
berkata,
“Aku tak tahu bila ajal akan menemuiku”. Maka segera ia 
membayar fidyah.
Salahuddin sangat yakin dan percaya kepada pertolongan Allah. Ia 
biasa meletakkan segala harapan nya kepada Allah terutama ketika dalam 
kesusahan. Pada satu ketika ia berada di Jerusalem yang pada masa itu 
seolah-olah tidak dapat bertahan lagi daripada kepungan tentara bsekutu 
Kristen. Walaupun keadaan sangat terdesak ia enggan untuk meninggalkan 
kota suci itu. Malam itu adalah malam Jum’at musim dingin. Bahaauddin 
mencatatkan, “Hanya aku dan Salahuddin sahaja pada masa itu. Ia 
menghabis kan masa malam itu dengan shalat dan bermunajat.
Pada tengah malam saya minta supaya ia istirahat tetapi jawabnya, “Ku
 fikir kau mengantuk. Pergilah tidur sejenak”. Bila hampir subuh akupun 
bangun dan pergi mendapatkannya. Aku dapati ia sedang membasuh 
tangannya. “Aku tidak tidur semalam” katanya. Selepas shalat subuh aku 
berkata kepadanya, “Kau bermunajat kepada Allah memohon 
pertolongan-Nya”. Lalu ia bertanya, “Apa yang perlu ku lakukan?”
Aku menjawab, Hari ini hari Jum’at. Engkau mandilah sebelum pergi ke 
masjid Aqsa. Keluarkanlah infaq dengan senyap-senyap. Apabila kau tiba 
di masjid, shalatlah dua rakaat selepas azan di tempat Rasulullah SAW 
pernah lakukan sebelum mi’raj dahulu. Aku pernah membaca hadis do’a yang
 dibuat di tempat itu adalah mustajab. Oleh itu kau bermunajadlah kepada
 Allah dengan ucapan “Ya Tuhanku, aku telah kehabisan segala bekalanku. 
Kini aku mohon pertolongan-Mu. Aku menyerahkan diriku kepada-Mu. Aku 
yakin hanya Engkau saja yang boleh menolongku dalam keadaan yang genting
 ini”
Aku mengatakan kepadanya, “Aku sangat berharap Allah akan 
mengkabulkan doamu”. Lalu Salahuddin melakukan apa yang ku usulkan. Aku 
berada di sebelahnya ketika dahinya sujud di bumi sambil menangis hingga
 air matanya mambasahi janggutnya dan menitik ke tempat shalatnya. Aku 
tidak tahu apa yang dido’akannya tetapi aku melihat tanda-tanda doanya 
dikabulkan sebelum hari itu berakhir. Perubahan terjadi di antara 
musuh-musuh yang menantikan berita baik bagi kami beberapa hari 
kemudian. Akhirnya mereka membuka kemah-kemah mereka dan berangkat ke 
Ramallah pada hari senin pagi”
“Aku meminta kekuatan dan Allah memberikanku 
kesulitan untuk membuatku semakin kuat, Aku meminta kebijaksanaan dan 
Allah memberikanku permasalahan untuk kuselesaikan, Aku meminta 
keberanian dan Allah memberikanku rintangan untuk kuatasi, Aku meminta 
cinta dan Allah memberikanku seseorang untuk kutolong, Aku meminta 
sesuatu dan Allah memberikanku kesempatan, Mungkin aku tidak selalu 
mendapatkan apa yang aku inginkan, tapi aku selalu mendapatkan apa yang 
aku butuhkan”  Salahuddin Al-Ayyubi
  
 Sumber: 
http://daulahislam.com/unique/sejarah-unique/kisah-salahuddin-al-ayyubi.html