Selasa, 13 Mei 2014

Kisah Seorang Salahuddin Al-Ayyubi



Kisah Salahuddin Al-Ayyubi sudah terkenal sejak dahulu kala. Kekaguman kaum muslimin maupun non muslimin kepada beliau tidk diragukan lagi. Salahuddin dibesarkan sama seperti anak-anak orang Kurdis biasa. Pendidikannya juga seperti orang lain, belajar ilmu-ilmu sains di samping seni peperangan dan mempertahankan diri. Tiada seorangpun yang menyangka sebelum ia menguasai Mesir dan menentang tentera Salib bahawa anak Kurdis ini suatu hari nanti akan merampas kembali Palestina dan menjadi pembela akidah Islamiah yang hebat. Dan tiada siapa yang menyangka pencapaiannya demikian hebat sehingga menjadi contoh dalam memerangi kekufuran hingga ke hari ini.

Stanley Lane Poole (1914) seorang penulis Barat mengatakan, Salahuddin sebagai anak seorang gubernur yang memilliki kelebihan daripada orang lain tetapi tidak menunjukkan satupun tanda-tanda ia akan menjadi orang hebat pada masa depan. Akan tetapi ia menunjukkan akhlak yang mulia.

Walau bagaimanapun Allah telah mentakdirkannya untuk menjadi pemimpin besar pada zamannya dan Allah telah menyediakan dan memudahkan jalan-jalannya untuk menjadi pemimpin agung itu. Ketika ia menjadi tentara Al-Malik Nuruddin, Sultan Aleppo, ia diperintahkan untuk pergi ke Mesir. Pada masa itu Mesir diperintah oleh sebuah kerajaan Daulah Syi’ah Fatimyah yang tidak bernaung di bawah khalifah. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis bahawa Salahuddin sangat berat dan memaksa diri untuk pergi ke Mesir bagaikan orang yang hendak di bawa ke tempat pembunuhan (Bahauddin, 1234).

Tetapi itulah sebenarnya apa yang dimaksudkan dengan firman Allah, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu” (Al-Baqarah:216)

PERUBAHAN HIDUP BELIAU

Ketika Salahuddin menguasai Mesir, ia tiba-tiba berubah. Ia yakin bahwa Allah telah mempertanggung-jawabkan kepadanya satu tugas yang amat berat yang tak mungkin dapat dilaksanakan jika ia tidak bersungguh-sungguh. Bahauddin telah menuliskan dalam catatannya bahwa Salahuddin memimpin Mesir dengan sangat baik. Dunia dan kesenangannya telah lenyap dari pandangan matanya. Dengan hati yang rendah dan syukur kepada Allah ia telah menolak godaan-godaan dunia dan segala kesenangannya (Bahauddin,1234).

Bahkan Stanley Lane Poole(1914) telah menuliskan bahwa Salahuddin mengubah cara hidupnya kepada yang lebih keras. Ia bertambah wara’ dan menjalani hidup yang lebih berdisiplin dan sederhana. Ia menepikan polahidup senang dan memilih pola hidup “Spartan” yang menjadi contoh kepada tentaranya. Ia menggunakan seluruh tenaganya untuk satu tujuan yaitu untuk membina kekuasaan Islam yang cukup kuat untuk menghalau orang kafir dari tanah air Islam.

Salahuddin pernah berkata, “Ketika Allah menganugerahkan aku bumi Mesir, aku yakin Dia juga bermaksud Palestina untukku. Ini menyebabkan ia memenangkan perjuangan Islam. Sehubungan dengan ia telah menyerahkan seluruh hidupnya untuk jalan jihad.
 
SEMANGAT JIHAD SALAHUDDIN AL-AYYUBI

Fikiran Salahuddin senantiasa tertumpu kepada jihad di jalan Allah. Bahauddin telah mencatatkan bahwa semangat Salahuddin yang berkobar-kobar untuk berjihad menentang tentara Salib telah menyebabkan jihad menjadi tajuk perbincangan yang paling digemarinya. Ia senantiasa meluangkan seluruh tenaganya untuk memperkuat pasukan tentaranya, mencari mujahid-mujahid dan senjata untuk tujuan berjihad.

Bila ada yang berbicara kepadanya berkenaan jihad ia akan mencurahkan segala perhatiannya. Sehubungan dengan ini ia lebih banyak di dalam kemah perang daripada duduk di istana bersama sanak keluarga. Siapa saja yang ingin berberjihad, maka akan mendapat kepercayaannya. Siapa saja yang memperhatikannya akan dapat melihat ia telah memulai jihad melawan tentara salib ia akan menumpahkan seluruh perhatiannya kepada persiapan perang dan menaikkan semangat tentaranya.

Dalam medan peperangan ia bagaikan seorang ibu yang garang kehilangan anak tunggal akibat dibunuh oleh tangan jahat. Ia akan bergerak dari satu hujung medan peperangan ke hujung yang lain untuk mengingatkan tentaranya supaya benar-benar berjihad di jalan Allah semata-mata. Ia juga akan pergi ke seluruh pelosok tanah air dengan mata yang berlinang mengajak manusia supaya bangkit membela Islam.

Ketika ia mengepung Kota Acre ia hanya minum air putih, itupun selepas dipaksa oleh doktor pribadinya tanpa makan. Doktor itu berkata bahwa Salahuddin hanya makan beberapa suap makanan semenjak hari Jum’at hingga senin karena ia tidak mau perhatiannya kepada peperangan terganggu. (Bahauddin, 1234)
 
PERANG SALIB HITTIN

Satu kisah peperangan yang sengit  antara tentara Salahuddin dengan tentara Salib di kawasan Tiberias di kaki bukit Hittin. Akhirnya pada 24 Rabiul-Akhir, 583 H, tentara Salib kalah. Dalam peperangan ini Raja Kristian yang memerintah Palestina telah dapat di tawan beserta adiknya Reginald dari Chatillon. Pembesar-pembesar lain yang dapat ditawan ialah Joscelin dari Courtenay, Humphrey dari Toron dan beberapa orang ternama yang lain. Banyak juga tentara-tentara Salib berpangkat tinggi telah tertawan. Stanley Lane-Poole menceritakan bahwa seorang tentara Islam telah membawa 30 orang tentara Kristian yang ditawannya sendiri diikat dengan tali kemah.

Mayat-mayat tentara Kristian bertimbun-timbun seperti batu di atas batu di antara salib-salib yang patah, potongan tangan dan kaki dan kepala-kepala manusia berguling seperti buah majah. Sekitar 30,000 tentara Kristian telah mati dalam peperangan ini. Setahun selepas peperangan, timbunan tulang dapat dilihat memutih dari jauh.

KECINTAAN SALAHUDDIN KEPADA ISLAM

Peperangan Hittin telah menyerahkan kecintaan Salahuddin kepada Islam. Stanley Lane-Poole menulis bahwa Salahuddin berkemah di medan peperangan semasa peperanggan Hittin. Pada satu ketika setelah kemahnya didirikan diperintahkannya tawanan perang dibawa ke hadapannya. Maka dibawalah Raja Palestina dan Reginald dari Chatillon masuk ke kemahnya. Dipersilakan sang Raja duduk di dekatnya.

Kemudian ia bangun pergi ke hadapan Reginald lalu berkata, “Dua kali aku telah bersumpah untuk membunuhnya. Pertama ketika ia bersumpah akan melanggar dua kota suci dan kedua ketika ia menyerang jamaah haji. Ketahuilah aku akan menuntut dan membela Muhammad SAW atasnya”. Lalu ia menghunuskan pedangnya dan memenggal kepala Reginald. Mayatnya kemudian dibawa keluar oleh pengawal dari kemah.

Raja Palestina apabila melihat adiknya dipancung, ia mengeletar karena menyangka gilirannya akan tiba. Tetapi Salahuddin menjamin tidak akan membunuhnya, sambil berkata, “Bukanlah kelaziman seorang raja membunuh raja yang lain, tetapi orang itu telah melanggar segala batas-batas, jadi terjadilah apa yang telah terjadi”.

Tindakan Salahuddin adalah disebabkan kebiadaban Reginald kepada Islam dan Nabi Muhammad SAW. Bahauddin bin Shaddad, penasihat kepercayaan Salahuddin mencatat, bahwa ketika jamaah haji dari Palestina diserang tanpa belas kasihan oleh Reginald, di antara tawanannya memohon supaya mereka dikasihani. Tetapi Reginald dengan angkuhnya mengatakan, “Mintalah kepada Nabi kamu, Muhammad, untuk menyelematkan kamu”. Ketika ia mendengar berita ini ia telah berjanji akan membunuh Reginald dengan tangannya sendiri apabila ia dapat menangkapnya.
 
SALAHUDDIN MENGUASAI BAITUL MAQDIS 

Kemenangan peperangan Hittin telah membuka jalan mudah kepada Salahuddin untuk merebut Baitul Muqaddis. Bahauddin telah mencatatkan bahwa Salahuddin sangat ingin merebut baitul Muqaddis sampai bukit pun akan mengecut dari beban yang dibawa di dalam hatinya. Pada hari jumaat, 27 Rajab, 583H, yaitu pada hari Isra’ Mi’raj, Salahuddin telah memasuki kota suci tempat Rasulullah SAW naik ke langit (Al-Asha).

Dalam catatan Bahauddin ia menyatakan inilah kemenangan atas kemenangan. Orang-orang yang terdiri dari ulama, pembesar-pembesar, pedagang dan orang-orang biasa datang merayakan kegembiraan atas kemenangan ini. Kemudiannya orang datang dari pantai dan hampir semua ulama-ulama dari Mesir dan Syria datang untuk mengucapkan tahniah kepada Salahuddin. Boleh dikatakan hampir semua pembesar-pembesar datang. Gema takbir “Allahhu Akbar” dan “Tiada tuhan melainkan Allah” telah memenuhi langit.

Selepas 90 tahun kini shalat Jum’at telah diadakan kembali di Baitul Muqaddid. Salib yang terpampang di ‘Dome of Rock’ telah diturunkan. Betapa hebatnya peristiwa ini tidak dapat digambarkan. Hanya Allah saja yang tahu betapa hebatnya hari itu.
 
SALAHUDDIN YANG PENYAYANG

Sifat penyayang dan belas kasihan Salahuddin semasa peperangan ini sangat jauh berbeda daripada kekejaman musuh nasrani. Ahli sejarah Nasrani pun pun mengakui hal ini. Lane-Poole menceritakan bahwa kebaikan hati Salahuddin telah mencegahnya daripada membalas dendam. Ia telah menulis kisah Salahuddin telah menunjukkan ketinggian akhlaknya ketika orang-orang Kristen menyerah kalah. Tentaranya sangat bertanggung jawab, menjaga peraturan di setiap jalan, mencegah segala bentuk kekerasan sampai tiada kedengaran orang-orang Kristen diperlakukan tidak baik.

Semua jalan keluar-masuk ke Baitul Muqaddis ditangannya dan seorang yang amanah telah dilantik di pintu Nabi Daud untuk menerima uang tebusan daripada orang-orang Kristian yang ditawan. Lane-Poole juga telah menuliskan bahawa Salahuddin telah mengatakan kepada pegawainya, “Adikku telah membuat infaq, Saudagar kaya pun telah bersedekah. Sekarang giliranku pula”. Lalu ia memerintahkan pegawainya menyampaikan pengumuman di jalan-jalan Jerusalem bahwa barangsiapa yang tidak mampu membayar tebusan boleh dibebaskan. Maka begitu ramailah orang berbondong-bondong keluar dari pintu St. Lazarus dari pagi hingga ke malam. Ini merupakan sedekah Salahuddin kepada orang miskin tanpa menghitung bilangan mereka.

Selanjutnya Lane-Poole menuliskan bagaimana pula tindak-tanduk tentara Kristen ketika menawan Baitul Muqaddis kali pertama pada tahun 1099. Telah tercatat dalam sejarah bahawa ketika Godfrey dan Tancred menunggang kuda di jalan-jalan Jerusalem jalan-jalan itu ‘tersumbat’ dengan mayat-mayat, orang-orang Islam yang tidak bersenjata disiksa, dibakar dan di panah dari jarak dekat di atas bumbung dan menara rumah-rumah ibadah. Darah yang membasahi bumi yang mengalir dari pembunuhan orang-orang Islam secara beramai-ramai telah mencermarkan kesucian gereja di mana sebelumnya kasih sayang senantiasa diajarkan. Maka sangat bernasib baik orang-orang Kristen apabila mereka dilayani dengan baik oleh Salahuddin.

Lane-Poole juga menuliskan, jika hanya penaklukan Jerusalem saja yang diketahui mengenai Salahuddin, maka ia sudah cukup membuktikan dialah seorang penakluk yang paling penyantun dan baik hati di zamannya bahkan mungkin di sepanjang zaman.

PERANG SALIB KETIGA

Perang Salib pertama ialah kejatuhan Palestina kepada orang-orang Kristian pada tahun 1099 (490H) manakala yang kedua telah dimenangi oleh Salahuddin dalam peperangan Hittin pada tahun 583H (1187M) di mana beberapa hari kemudian ia telah menawan Baitul Muqaddis tanpa perlawanan. Kekalahan tentara Kristen ini telah menggegerkan seluruh dunia Kristen. Maka bantuan dari Eropa telah dicurahkan ke bumi Palestina.

Hampir semua raja dan panglima perang dari dunia Kristen seperti Fredrick Barbossa raja Jerman, Richard The Lion raja England, Philips Augustus raja Perancis, Leopold dari Austria, Duke of Burgundy dan Count of Flanders telah bersekutu menyerang Salahuddin yang hanya dibantu oleh beberapa pembesarnya dan saudara serta tentaranya untuk mempertahankan kehormatan Islam. Berkat pertolongan Allah mereka tidak dapat dikalahkan oleh tentara sekutu tsb.

Peperangan ini berlanjut selama 5 tahun hingga menyebabkan kedua belah pihak menjadi lesu dan jemu. Akhirnya kedua belah pihak setuju untuk memuat perjanjian di Ramallah pada tahun 588 H. Perjanjian ini mengakui Salahuddin adalah pengusa Palestina seluruhnya kecuali Kota Acra berada di bawah pemerintahan Kristen. Maka berakhirlah peperangan Salib ketiga.

Lane-Poole telah mencatatkan perjanjian ini sebagai berakhirnya Perang Suci selama 5 tahun. Sebelum kemenangan besar Hittin pada bulan Juli, 1187 M, tiada satu inci pun tanah Palestina di dalam tangan orang-orang Islam. Selepas Perjanjian Ramallah pada bulan September, 1192 M, keseluruhannya menjadi milik mereka kecuali satu jalur kecil dari Tyre ke Jaffa. Salahuddin tidak ada rasa malu apapun dengan perjanjian ini walaupun sebagian kecil tanah Palestina masih di tangan orang-orang Kristian.

Atas seruan Pope, seluruh dunia Kristian telah mengangkat senjata. Raja England, Perancis, Sicily dan Austria serta Duke of Burgundy, Count of Flanders dan beratus-ratus lagi pembesar-pembesar telah bersekutu membantu Raja dan Putra Mahkota Palestina untuk mengembalikan kerajaan Jerusalem kepada pemerintahan Kristen. Walau bagaimanapun ada raja yang mati dan ada yang balik dan sebagian pembesar-pembesar Kristen telah terkubur di Tanah Suci itu, tetapi Tanah Suci itu masih di dalam tangan Salahuddin.

Selanjutnya Lane-Poole mencatatkan, seluruh kekuatan dunia Kristen yang telah  bergabung dalam peperangan Salib ketiga tidak mengoyahkan kekuatan Salahuddin. Tentaranya mungkin bosan dengan peperangan yang menyusahkan itu tetapi mereka tidak pernah mundur apabila diseru untuk menjualkan jiwa raga mereka di jalan Tuhan. Tentaranya yang berada jauh di lembah Tigris di Iraq mengeluh dengan tugas yang tidak henti-henti, tetapi ketaatan mereka yang tidak goyah.

Bahkan dalam peperangan Arsuf, tentaranya dari Mosul (sebuah tempat di Iraq) telah menunjukkan ketangkasan yang hebat. Dalam peperangan ini, Salahuddin memang boleh memberikan kepercayaan kepada pasukannya dari Mesir, Mesopotamia, Syria, Kurds, Turkmans, tanah Arab dan bahkan orang-orang Islam dari mana-mana saja. Walaupun mereka berlainan bangsa dan kaum tetapi Salahuddin telah dapat menyatukan mereka di atas jalan Allah sejak awal peperangan pada tahun 1187 sampai berakhirnya pada tahun 1192.

Lane-Poole juga menuliskan dalam peperangan ini Salahuddin senantiasa bermusyawarah (syura). Ia mempunyai majelis syura (musyawarah)yang membuat keputusan-keputusan ketentaraan. Kadang-kadang majelis ini membatalkan keputusan Salahuddin sendiri. Dalam majelis ini tidak satupun memiliki hak mempengaruhi pikiran Salahuddin.

Semuanya sama saja. Dalam majelis itu ada adiknya, anak-anaknya, anak saudaranya, sahabat-sahabat lamanya, pembesar-pembesar tentara, kadi, bendahara dan usahawan. Semuanya mempunyai sumbangan yang sama banyak dalam membuat keputusan. Pendeknya semuanya menyumbang dalam kepakaran masing-masing. Walau apa pun perbincangan dan perdebatan dalam majelis itu, mereka memberikan ketaatan mereka kepada Salahuddin.
 
WAFATNYA SALAHUDDIN AL-AYYUBI

Pada hari Rabu, 27 Safar, 589H, pulanglah Salahuddin ke rahmatullah selepas mengembalikan mengembalikan tanah air Islam pada usia 57 tahun. Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah menulis mengenai hari-hari terakhir Salahuddin. Pada malam 27 Safar, 12 hari selepas ia jatuh sakit, ia telah menjadi sangat lemah. Syeikh Abu Ja’afar seorang yang wara’ telah diminta menemani Salahuddin di Istana supaya jika ia sakaratul maut, bacaan Qur’an dan syahadah untuk dituntunkan kepadanya.

Memang pada malam itu telah nampak tanda-tanda kematian Salahuddin. Syeikh Abu Jaafar telah duduk di tepi peraduannya semenjak 3 hari membacakan Qur’an. Dalam masa ini Salahuddin selalu pingsan dan sadar sebentar. Ketika Syeikh Au Jaafar membacakan ayat, “Dialah Allah, tiada tuhan melainkan Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata” (Al-Hasyr: 22), Salahuddin membuka matanya sambil senyum, mukanya berseri dan dengan nada yang gembira ia berkata, “Memang benar”. Selepas ia mengucapkan kata-kata itu ruhnya pun kembali ke rahmatullah. Masa ini ialah sebelum subuh, 27 Safar.

Seterusnya Bahauddin menceritakan Salahuddin tidak meninggalkan harta kecuali satu dinar dan 47 dirham ketika ia wafat. Tiada rumah-rumah, barang-barang, tanah, kebun dan harta-harta lain yang ditinggalkannya. Bahkan harta yang ditinggalkannya tidak cukup untuk upah pemakaman Keluarganya terpaksa meminjam uang untuk menanggung upah memakamkan ini. Bahkan kain kafan pun diberikan oleh seorang menterinya.
 
SALAHUDDIN HAMBA YANG WARA’

Bahauddin bin Shaddad, penasihat utama Salahuddin telah mencatatkan berkenaan kewarakan Salahuddin. Satu hari ia berkata bahwa ia telah lama tidak pergi shalat berjamaah. Ia memang suka shalat berjamaah, bahkan ketika sakitnya ia akan memaksa dirinya berdiri di belakang imam. Disebabkan shalat berjamaah adalah ibadah utama yang di sunnahkan oleh Rasulullah SAW, ia senantiasa mengerjakan shalat Tahajjud. Jika disebabkan hal tertentu ia tidak dapat Tahajjud, ia akan menunaikannya ketika hampir subuh. Bahauddin melihatnya senantiasa shalat di belakang imam ketika sakitnya, kecuali tiga terakhir di mana ia telah sangat lemah dan selalu pingsan.

Ia tidak pernah membayar zakat harta karena ia tidak mempunyai harta yang cukup nisab. Ia sangat murah hati dan akan menyedekahkah apa yang ada padanya kepada fakir miskin dan kepada yang memerlukan sampai ketika wafatnya ia hanya memiliki 47 dirham uang perak dan satu dinar uang emas. Ia tidak meninggalkan harta selain itu.

Bahauddin juga mencatatkan bahwa Salahuddin tidak pernah meninggalkan puasa Ramadhan kecuali hanya sekali apabila dinasihatkan oleh Kadi Fadhil. Ketika sakitnya pun ia berpuasa sampai tabib menasihatinyadengan keras supaya berbuka. Lalu ia berbuka dengan hati yang berat sambil berkata,
“Aku tak tahu bila ajal akan menemuiku”. Maka segera ia membayar fidyah.

Salahuddin sangat yakin dan percaya kepada pertolongan Allah. Ia biasa meletakkan segala harapan nya kepada Allah terutama ketika dalam kesusahan. Pada satu ketika ia berada di Jerusalem yang pada masa itu seolah-olah tidak dapat bertahan lagi daripada kepungan tentara bsekutu Kristen. Walaupun keadaan sangat terdesak ia enggan untuk meninggalkan kota suci itu. Malam itu adalah malam Jum’at musim dingin. Bahaauddin mencatatkan, “Hanya aku dan Salahuddin sahaja pada masa itu. Ia menghabis kan masa malam itu dengan shalat dan bermunajat.

Pada tengah malam saya minta supaya ia istirahat tetapi jawabnya, “Ku fikir kau mengantuk. Pergilah tidur sejenak”. Bila hampir subuh akupun bangun dan pergi mendapatkannya. Aku dapati ia sedang membasuh tangannya. “Aku tidak tidur semalam” katanya. Selepas shalat subuh aku berkata kepadanya, “Kau bermunajat kepada Allah memohon pertolongan-Nya”. Lalu ia bertanya, “Apa yang perlu ku lakukan?”

Aku menjawab, Hari ini hari Jum’at. Engkau mandilah sebelum pergi ke masjid Aqsa. Keluarkanlah infaq dengan senyap-senyap. Apabila kau tiba di masjid, shalatlah dua rakaat selepas azan di tempat Rasulullah SAW pernah lakukan sebelum mi’raj dahulu. Aku pernah membaca hadis do’a yang dibuat di tempat itu adalah mustajab. Oleh itu kau bermunajadlah kepada Allah dengan ucapan “Ya Tuhanku, aku telah kehabisan segala bekalanku. Kini aku mohon pertolongan-Mu. Aku menyerahkan diriku kepada-Mu. Aku yakin hanya Engkau saja yang boleh menolongku dalam keadaan yang genting ini”

Aku mengatakan kepadanya, “Aku sangat berharap Allah akan mengkabulkan doamu”. Lalu Salahuddin melakukan apa yang ku usulkan. Aku berada di sebelahnya ketika dahinya sujud di bumi sambil menangis hingga air matanya mambasahi janggutnya dan menitik ke tempat shalatnya. Aku tidak tahu apa yang dido’akannya tetapi aku melihat tanda-tanda doanya dikabulkan sebelum hari itu berakhir. Perubahan terjadi di antara musuh-musuh yang menantikan berita baik bagi kami beberapa hari kemudian. Akhirnya mereka membuka kemah-kemah mereka dan berangkat ke Ramallah pada hari senin pagi”
“Aku meminta kekuatan dan Allah memberikanku kesulitan untuk membuatku semakin kuat, Aku meminta kebijaksanaan dan Allah memberikanku permasalahan untuk kuselesaikan, Aku meminta keberanian dan Allah memberikanku rintangan untuk kuatasi, Aku meminta cinta dan Allah memberikanku seseorang untuk kutolong, Aku meminta sesuatu dan Allah memberikanku kesempatan, Mungkin aku tidak selalu mendapatkan apa yang aku inginkan, tapi aku selalu mendapatkan apa yang aku butuhkan”  Salahuddin Al-Ayyubi
 
 Sumber: http://daulahislam.com/unique/sejarah-unique/kisah-salahuddin-al-ayyubi.html

0 komentar:

Posting Komentar

Kritik Yang Membangun