Peserta Miss World |
Ramai kontroversi tentang pernyataan resmi MUI mengenai penolakan ajang Miss World 2013 yang konon rencananya sedang dalam penjajakan untuk dilaksanakan di Indonesia.
Persoalan paha lawan agama memang selalu menjadi pembahasan yang menarik. Berbagai pendapat mendukung maupun bertolak belakang pun menjadi sebuah diskusi yang menarik dan saling melengkapi sebetulnya. Terlepas dari sisi kontroversialnya, apakah benar Indonesia butuh ajang Miss World untuk diadakan di Indonesia ? Apabila memang iya, apakah alasannya?
Promosi Indonesia Untuk Ajang Pengenalan Kepada Investor Asing di Sektor Industri
Tidaklah mungkin kita beralasan ajang Miss World ini bakal diadakan untuk menarik sektor investasi perusahaan asing ke Indonesia. Itu jelas tidak nyambung. Sebuah perusahaan asing yang akan melakukan investasi baik skala kecil maupun besar seperti manufakturing di Indonesia tidak akan gegabah menjatuhkan keputusannya hanya karena “Indonesia sudah dikenal karena pernah mengadakan ajang Miss World”. Jadi untuk alasan yang ini, kita bisa coret tebal tebal karena hal itu adalah sesuatu yang tidak berhubungan secara langsung
Adapun alasan yang tidak secara langsung, mungkin ( baru mungkin) ya bisa jadi Indonesia dianggap aman untuk iklim investasi, apabila bahkan panitia sekelas organizer Miss World rela untuk melangsungkan event tersebut di sini. Melihat kenyataan bagaimana rawannya Indonesia saat ini, hal tersebut tampaknya sangat sulit untuk menjadi pertimbangan.
Promosi Indonesia Untuk Ajang Pengenalan Pada Sektor Pariwisata
Apabila kita mencari sebuah alasan yang paling berdekatan, maka sektor terdekat dan feasible adalah sektor pariwisata. Harapannya, dengan mengadakan ajang Miss World, Indonesia akan lebih dikenal di dunia sehingga akan mendongkrak sektor pariwisata di Indonesia. Berhubungan sebetulnya, walaupun tidak akan efektif semata mata menggantungkan harapan pada ajang kontes Miss World saja.
Pariwisata atau pengenalan daerah wisata di Indonesia masih butuh banyak polesan profesional. Baik dari segi infrastruktur yang meliputi prasarana area pariwisata sendiri, faktor keamanan daerah dan faktor kenyamanan dan kebersihan. Ini masih bicara perbaikan ke dalam terlebih dahulu.
Masih ingat cerita bagaimana ngototnya kita untuk mempertahankan Komodo sebagai salah satu “Seven Wonders Of The World” ? Kenyataan yang ada, geladak penyambutan yang tidak terawat dengan baik ataupun bolongnya seragam para Ranger yang bertugas disana sebelumnya masih menjadi kenyataan yang ada. Setelah banyak ribut ribut dan uluran tangan dari seorang JK untuk berusaha memaksimalkan potensi area tersebut ada, baru pembenahan dilakukan.
Belum lagi faktor promosi daerah pariwisatanya sendiri. Selama ini, untuk faktor pariwisata di Indonesia, kenyataan mengatakan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap Bali - Lombok , Daerah Istimewa Yogyakarta dan yang terakhir Manado masih terlalu kuat. Di luar kedua daerah tersebut, perkembangannya tidak terlalu signifikan. Solo bergerak sendiri mempromosikan kotanya. Jember pun menggeliat dengan Carnivalnya, sebuah usaha yang patut diacungi jempol. Yang lain? Benar benar harus cukup puas untuk menerima rombongan Turis Belanda pensiunan yang sedang ingin klangenan di Indonesia mengingat masa jaya mereka. Dengan sangat menyesal, penulis harus mengeluarkan Raja Ampat dari sini karena pada kenyataannya bukanlah kita yang berinisiatif mempopulerkan daerah tersebut dan ’sadar’ akan potensinya.
Tana Toraja tidak dipromosikan dengan baik. Karimun Jawa. Karapan Sapi di Madura sebetulnya ajang yang sangat menarik, namun juga belum dikemas dengan baik. Bromo dengan keindahannya yang magical, Pulau Cendrawasih, Maluku dan masih banyak lagi. Terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu, dan sayangnya, harus mengakui bahwa memang kita masih miskin dalam berpromosi.
Satu gelaran akbar seperti ajang Miss World tidak akan mampu merubah kondisi yang ada sekarang ini. Dan dengan alasan ini, Indonesia lebih baik berkonsentrasi dulu secara riil untuk perbaikan infrastruktur dan promosi daerah daerah tersebut secara lebih terencana dan baik.
Tak perlu langsung semua melakukannya, secara bertahap namun benar benar fokus.
Untuk urusan pariwisata, Indonesia harus punya sebuah kekuatan karakter yang benar benar ‘menjual’. Dan tidak hanya punya, sebetulnya kita kaya akan hal itu. Hanya perlu sedikit polesan dan promosi rutin yang dilakukan. Saat ini, promosi yang dilakukan Indonesia tidak bisa dikatakan profesional sama sekali.
Membuka satu atau dua booth di ajang pameran Internasional masih terasa kurang greget dan berkesan asal asalan. Untuk promosi, Indonesia bisa mencontoh satu negara tetangga yang benar benar konsisten dan profesional dalam menjalankan dan meningkatkan tourism di negaranya. Mereka tidak punya asset pariwisata yang besar, kalau tidak mau dikatakan kecil.
Malaysia. Kita harus mampu membuka mata dan belajar dari sana. Untuk sebuah negara yang tak mempunyai tempat pariwisata yang terlalu banyak, mereka mampu mengemas dan menjual segala keterbatasan tersebut menjadi sebuah sisi yang menarik kepada wisatawan mancanegara.
Karakter Area lah yang mereka tonjolkan. Bukan Ajang Miss Worldnya.
Penulis : Baskoro Endrawan
Sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/04/08/apa-pentingnya-ajang-miss-world-di-indonesia--543951.html
0 komentar:
Posting Komentar
Kritik Yang Membangun