|
Unjuk Rasa Menolak Aliran Sesat |
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Sejak berdirinya masa kepengurusan organisasi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor di tahun 2005, tercatat
sudah ada 26 aliran sesat yang muncul di wilayah ini.
"Betapa
cepatnya aliran sesat muncul di Kabupaten Bogor, setidaknya 2 kasus
pertahunnya," ujar Romli Eko Wahyudi, Sekertaris MUI Kabupaten Bogor
pada Republika Sabtu (1/9).
Eko mengatakan, akibat ulah
orang-orang yang membuat aliran sesat itu ratusan warga Bogor telah
berada dalam arus menyimpang dalam beragama. Menurutnya, ada 12 aliran
sesat berskala besar yang paling menistakan agama Islam dalam praktek
pelaksanaan agama mereka.
Ke-12 aliran ini dikatakan Eko
memiliki pengikut hingga ratusan orang per aliran. Parahnya, Eko
menyampaikan bahwa mereka memiliki basis anggota yang kuat.
Terlebih
ia menyoroti keberadaan Ahmadiyah yang menurutnya sulit tersentuh.
Padahal dalam pandangannya, aliran agama yang mengaku sebagai agama
Islam tersebut sudah jelas keluar dari kaidah Islam sebenarnya.
"Anggotanya
banyak, jadi seolah keberadaan mereka diterima, padahal sebenarnya
jelas ajaran Ahmadiyah itu tidak sesuai dengan Islam," kata dia.
Dirinya menambahkan, keberadaan aliran sesat yang terus bermunculan tentunya menjadi bahan sorotan utama MUI khususnya di Bogor.
Dikatakan
Eko, kemunculan aliran sesat dapat dideteksi sejak dini oleh masyarakat
sekitar. Sehingga saat aliran sesat ini muncul ke permukaan, mereka
tidak kadung memiliki anggota yang fanatik akibat sudah terlalu lama
terdoktrin oleh pemimpinnya.
Oleh karena itu Eko menyampaikan,
masyarakat sendiri dari tingkat RT hingga kecamatan sebetulnya dapat
melakukan Controlling. Hasilnya, bersama-sama masyarakat dapat meredam
kemunculan aliran sesat sebelum pengaruhnya semakin meluas.
Eko
mengatakan, untuk menentukan sebuah aliran itu sesat atau tidak, MUI
pusat melalui komisi fatwanya telah meramu 10 poin. Poin-poin kriteria
aliran sesat ini dapat dijadikan acuan bagi warga untuk mendeteksi
adanya kelompok-kelompok sesat di lingkungan tempat tinggalnya.
Dari keterangannya, 10 poin ini di antaranya adalah:
- Mengingkari rukun iman (Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci, Rasul,
Hari Akhir, Qadla dan Qadar) dan rukun Islam (Mengucapkan 2
kalimat syahadah, sholat 5 waktu, puasa, zakat, dan Haji).
- Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai dalil syar`i (Alquran dan as-sunah).
- Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran.
- Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran.
- Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan kaidah tafsir.
- Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran Islam.
- Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul.
- Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul terakhir
- Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah.
- Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar’i.
Menurut
Eko, ke 10 poin ini memberikan pedoman kepada siapapun dalam
menjalankan praktek beragamanya. Bila merasa diri Islam namun melakukan
satu bahkan semua poin tersebut hendaknya segeralah bertobat. Lanjutnya,
untuk masyarakat yang melihat gelagat poin-poin ini diketemukan dalam
sebuah komunitas di lingkungan tempat tinggalnya, segeralah melapor.
Eko
menjelaskan, biasanya sebuah kelompok aliran sesat menyembunyikan
identitas aslinya dalam sebuah kegiatan pengajian. Tak jarang, beberapa
kasus aliran sesat juga disinyalir timbul dari sebuah kelompok yang
sedang mendalami dunia persilatan dan ilmu pengobatan spiritual.
Oleh karena itu, ia meminta masyarakat agar melakukan pengawasan sejak dini dan berkolaborasi dengan MUI setempat.
"Bila
diredam sejak awal, kemungkinan sebuah aliran sesat menjadi kebablasan
bisa direm. Intinya dengan 10 poin tersebut dapat menjadi pedoman bagi
seluruh umat Muslim, khususnya di Kabupaten Bogor," jelas Eko.